Meski sudah hampir dua tahun tinggal di UK, lebaran tahun lalu saya mudik, jadi baru tahun inilah saya merasakan yang namanya lebaran di negeri orang. Jadi bagaimana rasanya? Berikut beberapa catatan saya tentang Idul Fitri 6 Juli 2016 kemarin di Newcastle:

Baju nasional

Sholat Ied di Newcastle diselenggarakan di daerah Fenham di sisi barat kota, cukup jauh dari rumah saya yang terletak di sisi timur kota, sehingga saya harus naik bus untuk sampai di lokasi. Saat menunggu bus di halte depan rumah, saya bertemu dengan tiga orang dari Malaysia yang akan menuju tempat sholat Ied juga. Dua perempuan dan satu laki-laki. Yang perempuan mengenakan abaya dan kain yang sepertinya sejenis songket, dan yang laki-laki melilitkan sarung selutut di atas celana panjang bahan yang ia kenakan. Seketika saya melirik diri sendiri yang cuma menggunakan blus dan rok yang biasa dipakai sehari-hari ke kantor dan mendadak merasa saya ini kok kayaknya kurang nasionalis ya dibanding mereka :3

Bus yang penuh dan kumandang takbir

Seiring bus yang melaju, diam-diam saya terharu. Hampir semua penumpang bus pagi itu adalah orang-orang yang hendak menuju tempat pelaksanaan sholat. Tentu saja, karena cuma satu jalur bus ini yang menuju ke sana hahaha. Yang terpikir oleh saya saat itu adalah, jadi seperti ini tho rasanya mendapati orang-orang dari negara yang berbeda, dengan berbagai latar belakang yang berbeda, tapi bersama menuju satu tujuan yang sama. Haru semakin berlipat saat saya makin dekat ke lokasi dan terdengar takbiran berkumandang sayup-sayup. Terasa ada yang makcess di hati. Ini lebaran…

Tentang ke(tidak)tertiban

Mendekati lokasi, gerak bus melambat dan sesekali malah terhenti cukup lama. Macet cet cet. Newcastle memang bukan kota yang sangat rapi tertib dan bebas macet, tapi jarang-jarang juga dia semacet ini. Bukan hanya karena banyak kendaraan yang menuju lokasi sholat, tapi yang bikin saya geregetan, juga karena beberapa mobil selain bus seenaknya berhenti menaik-turunkan penumpang dan parkir. Ketidaktertiban serupa juga bikin saya geleng-geleng ketika sedang antri memasuki lapangan yang akan digunakan sebagai tempat sholat. Tadinya saya pikir, antrian mengular karena tempat terlalu penuh. Tapi saat melongok ke dalam, ternyata masih banyak shaf bolong-bolong yang seharusnya bisa digeser dan diisi segera (saya tahunya yang di bagian perempuan tentu, ndak tahu kalau yang di bagian laki-laki). Teman-teman volunteer sampai perlu bekerja keras meminta tolong para jamaah untuk merapikan barisan tersebut agar kami-kami yang masih terjebak antrian di luar bisa masuk dan kebagian tempat karena sholat akan segera dimulai. Padahal, tertib itu bagian dari ajaran Islam kan ya :3

Nasi briyani, samosa dan berkah silaturahmi

Selesai sholat, panitia sholat Ied mempersilakan jamaan mengambil refreshement berupa nasi briyani dan samosa. Saya biasanya nggak terlalu suka nasi briyani yang sering disajikan sebagai menu buka puasa di masjid-masjid Inggris karena rempahnya terlalu pekat untuk lidah Indonesia saya, tapi nasi briyani konsumsi lebaran kali ini sungguh enak! Rempahnya ringan dan nggak bikin eneg tapi tetap tajam. Kalau samosa sih pasti selalu enak hahaha. Pulang dari tempat sholat, acara selanjutnya adalah keliling silaturahmi ke rumah-rumah beberapa keluarga Indonesia di sini dan tentu saja, mendapat berkah silaturahmi berupa lontong opor, sambel goreng kentang, sate padang, soto ayam, rendang, bakso, dll. Alhamdulillah anak kos kenyang πŸ˜€

 

Side story 1

Berhubung di sini nggak ada cuti bersama lebaran seperti di Indonesia, hari berikutnya setelah Idul Fitri saya sudah ngantor lagi. Orang-orang kantor yang penasaran karena lihat berita-berita pelaksaan sholat Ied dan ucapan selamat dari bapak perdana menteri menghujani saya dengan pertanyaan, “How was Eid?” dan “So, what did you do on the Eid day?“. Selain pertanyaan-pertanyaan standar seperti itu, ada satu pertanyaan lagi dari seorang teman kantor yang membuat saya cengar-cengir geje tapi juga kemudian merenung: “Are you now feeling like, wanting to eat all the time?

Side story 2

Seorang teman, yang juga merupakan pengurus di Islamic Society kampus, menghimbau kami untuk selalu berhati-hati karena banyak sekali komen-komen bernada kebencian di postingan sholat Ied di akun Facebook Islamic Society tersebut. Kalau dilihat lagi sebenarnya mereka-mereka ini ya jumlahnya sedikit, tapi jadi makin berani bersuara terbuka setelah merasa mendapat legitimasi dari hasil vote kemarin. Ah ya gitu deh, orang-orang rasis ternyata memang ada di mana-mana. Tapi saya masih percaya kok, orang-orang baik dan waras juga masih ada di mana-mana πŸ™‚

 

#Hari_ke_22 #30HariNgeblog