Saya ini maniak segala jajanan Indonesia, apalagi yang terbuat dari aci seperti cireng, cilok, cimol, somay, pempek, juga bakso. Beberapa jajanan yang disebut terakhir memang aslinya lebih umum dibuat menggunakan tepung sagu, tapi kalau menurut saya sih, dibuat pakai aci juga enyak kok~

Buat saya, tekstur jajanan berbahan dasar aci itu sungguh nggak terkalahkan, bikin nagih. Berasal dari saripati singkong, tepung yang juga sering disebut sebagai tepung kanji atau tepung tapioka ini memang memberikan tekstur kenyal pada makanan. Hanya saja, mendapatkan tingkat kekenyalan yang pas saat membuat jajanan berbahan dasar aci ini bukan hal yang mudah, salah-salah bisa terlalu keras atau terlalu lembek. Saya sendiri butuh berkali-kali percobaan gagal sebelum akhirnya berhasil membuat produk jajanan aci yang oke menurut standar kunyahan saya. Maklum yaaa, sewaktu di Indonesia, mana pernah saya bikin jajanan aci ini sendiri, toh beli di abang-abang juga harganya murah dan ada di mana-mana. Begitu di sini, kalau kangen jajan-jajanan tersebut dan segala macam jajanan Indonesia lainnya, nggak ada cara lain selain harus coba bikin sendiri di rumah :3

Dari sekian banyak jajanan berbahan dasar aci ini, ada tiga jenis yang semuanya menggunakan kata ‘aci’ di namanya, yaitu cireng, cilok, dan cimol. Apa sih perbedaan dari ketiganya?

Cireng berasal dari kata aCI digoRENG. Sesuai namanya, cireng dibuat dengan cara menggoreng adonan aci yang dicampur dengan irisan daun bawang dan sebelumnya sudah dibentuk sesuai selera. Di Jakarta (dan Jawa Barat-Banten?), cireng umumnya berbentuk lempengan pipih yang dimakan dengan cabai rawit hijau, bisa ditemukan di abang-abang tukang gorengan, berdampingan dengan bakwan, tahu isi, tempe goreng, risol, dan pisang goreng. Cara penyajian ini berbeda dengan cireng yang saya temukan di Jogja. Di kota yang selalu bikin saya kangen ini malah curhat,  cireng dibentuk bulat-bulat seukuran jempol dan disajikan dengan kuah kacang, biasa dijual berbarengan dengan cilok. Pada perkembangan selanjutnya, muncul juga kreativitas untuk memberi nilai tambah pada cireng dengan cara mengisi adonan aci tersebut dengan keju, kornet, tumis ayam, tumis sosis, dll.

Kalau cireng dibuat dengan cara digoreng, adonan cilok dimasak dengan cara direbus. Lalu, kenapa namanya jadi cilok, bukan cibus (aCI direBUS)? Saya juga nggak tahu sih, tapi mungkin semata karena nama cibus terdengar kurang gahoelz aja hahaha. Cilok sendiri berasal dari kata aCI dicoLOK, karena pada awalnya,  cilok disajikan menggunakan tusukan seperti sate, lalu disiram kuah kacang. Kalau sekarang sih, sudah semakin banyak abang-abang cilok yang memilih simpel langsung memasukkan ciloknya ke plastik tanpa menggunakan tusuk sate lagi.

Yang terakhir adalah cimol alias aCI dikeMOL. Ini yang paling bikin saya bingung, karena sebenarnya saya juga nggak tahu pasti apa arti ‘dikemol’. Ada yang bilang, dikemol adalah bahasa Sunda dari dikulum, tapi ada juga yang berpendapat bahwa dikemol artinya dibulat-bulatkan. Mungkin yang orang Sunda atau paham bahasa Sunda bisa memverifikasi? Cimol berbentuk bulatan-bulatan kecil seukuran coklat M&M, terbuat dari adonan aci yang dicampur baking powder lalu digoreng. Berkat campuran tersebut, saat dikunyah, cimol akan memberikan sensasi krispy-kenyal-tapikopong yang asyik (maafkan penjelasan absurd ini :v). Cimol biasanya disajikan dengan taburan bumbu bubuk aneka rasa; yang paling populer adalah rasa pedas, keju, dan barbeque.

Jadi, dari ketiga jajanan berbahan dasar aci tersebut, yang mana nih yang menjadi favoritmu?

#Hari_ke_4 #30HariNgeblog